Renungan Mezbah Keluarga - Selasa, 29 November 2016

Bacaan: Yesaya 53

Gambaran hamba yang menderita itu sangatlah kontroversial, karena sangat berbeda dengan Musa dan Daud. Allah justru menyatakan bahwa keselamatan dan kedamaian justru akan muncul dalam kelemahan dan kesengsaraan, yang menjadi wajah Allah sendiri. Allah hendak menampilkan satu sisi atau wajah yang berbeda kepada umatNya dan mengajak umatNya untuk belajar menjadi rendah, mengosongkan diri dan mengambil rupa hamba.. untuk menjadi sama dan sesama bagi manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia bahkan telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:6-8).

Pertanyaan yang mengguncangkan adalah: Mengapa Allah mengambil rupa yang demikian? Apakah itu tidak akan mengurangi "kewibawaan" dan "kebesaran"Nya? Jawabnya tidak! Justru ditengah-tengah situasi dunia dan manusia yg ingin menjadi besar (dengan cara membesar besarkan Allah dan membela bela Allah), Allah mau mengajarkan satu bentuk spiritualitas yg baru, yakni spiritualitas hamba dan sahabat dalam kerendahan bagi sesama.

Sungguh, kita perlu merenungkan gambar Allah sebagai hamba yang menderita ini. Apakah gereja sekarang ini (yg merepresentasikan wajah Allah) berani tampil bersahaja untuk bersedia menjadi hamba yang menderita bagi sesama? utamanya bagi keselamatan dunia? Apakah kita saat ini sedang bangga bangganya membesarkan Allah sebagai tokoh heroik yang gagah perkasa? Atau kita berani berkisah tentang Allah yang bersahaja, yang siap mengosongkan diriNya dan mengambil rupa hamba untuk hadir bagi sesama yang menderita?

Biarlah di masa adven ini kita akan makin mengenal DIA dan wujud inkarnatifNya..sehingga kita berani berkata seperti rasul Paulus: "Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati." (Filipi 3:10-11)

Amin

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Senin, 28 November 2016

Bacaan: Yesaya 53

Betapa kita (dan umat waktu itu) terkejut mendengar gambaran Mesias yg disampaikan oleh nabi Yesaya: "Sebagai taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah kering. Ia tidak tampan dan semaraknya pun tidak ada sehingga kita memandang dia, dan rupa pun tidak, sehingga kita menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kita pun dia tidak masuk hitungan." (Yesaya 53:2-3)

Wuaaah.. gambaran tsb sungguh bertolak belakang dengan apa yg selama ini dinantikan oleh umat Israel. Ini TUHAN ngeledek atau bercanda ya?? Bukankah tangan kekuasaan TUHAN itu seharusnya dahsyat dan menggetarkan? Apakah TUHAN sudah kehilangan kekuasaannya? Atau ia ingin mematikan harapan Israel? Sehingga harapan akan mesias sang Pembebas, dipatahkan dengan hadirnya seorang hamba yang menderita?

Saudaraku,
Nyanyian nubuatan Yesaya (dalam pasal 49-55) ini kemudian memang banyak menimbulkan pertanyaan gugahan dan gugatan yang menarik. Dari sinilah kesadaran reflektif-teologis umat diuji di tingkat praxis. Banyak yg menafsirkan bahwa nyanyian Hamba yang Menderita ini merupakan gambar realita dan panggilan bagi Israel sendiri? Ia bukanlah gambaran akan satu orang tetapi satu bangsa.Tradisi Yahudi kemudian menafsirkan gambaran tsb sebagai gambaran bangsa Yahudi sendiri yang dipanggil menjadi hamba yang menderita demi keselamatan bangsa bangsa.

Gambaran triumphalistik yg serba hebat diubahkan menjadi gambar panggilan menjadi satu umat (bangsa) yg hadir bagi penderitaan sesamanya. Pengalaman perbudakan tsb dan gambaran akan kekuasaan tangan TUHAN dalam wujud hadirnya hamba yang menderita, sungguh mengubah cara pandang umat Israel.

(bersambung)

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Sabtu, 26 November 2016

Bacaan: Yesaya 53

Besuk minggu kita memasuki minggu adven pertama. Adven berarti kedatangan. Ya, kita selama 4 minggu kedepan akan dipersiapkan untuk menantikan kedatangan Sang Mesias, Sang Pembebas, baik melalui peristiwa Natal pertama (kelahiran Kristus) maupun Natal yang kedua, yakni kedatanganNya yang kedua kalinya.

Berkaca pada sejarah penantian akan hadirnya Sang Mesias Pembebas, kita tidak bisa melepaskan dari konteks umat Israel yang tertindas dibuang ke negeri Babel. Pengalaman menjadi budak di negeri orang memang bukanlah pengalaman yang pertama bagi bangsa Israel. Mereka pernah di perbudak di Mesir, dan sekarang dibawah pemerintahan Babel. Tetapi kalau kita teliti lebih dalam, dua pengalaman itu berbeda sekali konteks kejiwaannya. Yang pertama (di Mesir) Israel belum menjadi sebuah bangsa, mereka hanyalah sekelompok suku Ibrani penyembah YHWH. Sedangkan pengelaman yang kedua, mereka telah menjadi sebuah bangsa yang pernah berjaya dibawah kepemimpinan raja raja.

Nah, dengan demikian pengharapan akan pemulihan kembali sebagai satu bangsa yg besar (saat mereka dijadikan budak di Babel) menjadi begitu jelas karena mereka sudah punya patron gambarnya. Gambar siapa yang diharapkan datang sebagai Mesias kiriman TUHAN sudah sangat terang benderang di pengharapan mereka. paling tidak Mesias yang diharapkan agar seperti Musa atau Daud, atau kombinasi dikeduanya. Figur Mesias penyelamat pastilan seperti Musa dengan kuasa tulah yg mengerikan dari Allah. Tongkatnya hidup bak ular naga yang siap menelan kepongahan palsu sang penguasa. Atau si Daud sang perkasa. Legenda penaklukan Daud atas beruang, singa, Goliath serta berlaksa laksa tentara Filistin terus diperdengarkan sebagai kisah kebanggaan Israel bagi hadirnya negara merdeka.

Lalu, apa yang terjadi dengan pengharapan Israel? Apakah Allah akan kembali menurunkan penyelamat seperti Musa atau memulihkan kerajaan Daud sang perkasa?

(bersambung)

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Jumat, 25 November 2016

Bacaan: II Petrus 1:5-9


Banyak orang menyangka kalau puncak kesalehan itu (sebatas) menyediakan waktu khusus untuk membaca FT, berdoa dan beramal. Yup! Tentu semuanya itu penting, tapi tidak cukup! Itu semua adalah aktifitas keagamaan dan belum tentu berkorelasi langsung dgn disiplin rohani yg diharapkan oleh Tuhan. Jika disiplin rohani hanya sebatas aktifitas membaca Firman, doa dan beribadah, maka Yesus tidak akan meminta Nikodemus untuk dilahirkan kembali, atau menyuruh para muridNya untuk mengikuti teladanNYA. Lalu apa dan bagaimana disiplin rohani itu?



Menurut Petrus, disiplin rohani itu adalah melatih panggilan dan pilihan untuk mengambil bagian dalam kodrat ilahi (II Pet 1:4), yg meliputi:



Pertama, menambahkan kepada iman, KEBAJIKAN. Artinya, semua yg namanya disiplin iman-soleh haruslah berlanjut pada tindakan yg konkret dalam buah2 kebajikan bagi orang lain. Apalah artinya seseorang bisa menghapalkan seluruh hukum Taurat jika dalam tata laku hidupnya tidak berdampak pada karya2 kebajikan bagi sesama. Agama yang hanya berfokus pada kebenaran tapi melupakan tindakan kasih yg nyata akan mengingkari ajarannya sendiri.



Kedua, tambahkan pada kebajikan PENGETAHUAN. Bagaimanakah tindak kebajikan yg dilakukan oleh seeseorang bisa berdampak dan menginspirasi banyak orang? Jawabnya: pengetahuan! Sebab pengatahuan itu akan menjadi alat tampi yang memisahkan kebajikan yang subyektif menuju kebajikan yang makin obyektif, yang langsung dilihat dan dirasakan oleh orang lain (Mat 5:16)



Ketiga, tambahkan kepada pengetahuan, PENGUASAAN DIRI. Ya, penguasaan diri adalah puncak dari buah roh. Orang yang baik dan disertai dengan pengetahuan, akan menghadapi godaan kesombongan dan main kuasa. Banyak pemimpin rohani yang malah jatuh dalam perbuatan2 anarkis atas nama agama.



Jadi itulah disiplin rohani yg harus terus menerus disadari, dilatih dan dikerjakan..dalam ukuran level yg makin ditingkatkan dari hari kesehari.



TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Kamis, 24 November 2016

Bacaan: Matius 7:15-23

Philip Adam mengatakan kematian yg diakibatkan oleh perang (ego) agama itu ternyata menduduki rangking pertama dibandingkan dengan sumber kematian oleh karena bencana alam atau epidemi penyakit. Kok bisa? Bukankah semua agama itu mengajarkan kebaikan dan perdamaian? YA! Tapi apabila penganutnya salah sasaran, agama bisa dipakai untuk mengobarkan kebencian dan peperangan.

Berkaca pada kehidupan "beragama" yang nampak sukses, namun salah sasaran itu, tulisan Anthony de Mello dalam buku Doa Sang Katak 2, bisa memberikan tamparan pada kesadaran kita, mari cermati baik baik tulisannya:

Guru di sekolah panahan dikenal sebagai Guru Kehidupan yang sangat baik pula.

Suatu hari muridnya yang paling cemerlang tiga kali berturut turut berhasil mengenai sasaran dalam suatu pertandingan setempat. Semua orang bertepuk tangan riuh rendah. Murid dan Guru mendapat ucapan selamat bertubi tubi.

Namun sang Guru tampaknya tidak begitu terkesan, bahkan ia kritis.

Ketika kemudian muridnya bertanya mengapa demikian, Ia menjawab, "Engkau masih harus belajar bahwa sasaran bukanlah sasarannya."

"Manakah sasaran yang SEBENARNYA," tanya murid itu ingin tahu.

Namun sang Guru tidak mau mengatakan. Ini adalah yang pada suatu hari harus dipelajari oleh murid itu sendiri karena tidak dapat diteruskan dengan kata kata.
Pada suatu hari ia berharap muridnya akan menyadari bahwa hidup sesungguhnya bukan semata mata mengejar capaian hasil akan tetapi lebih pada kematangan sikap; bukan sasaran, akan tetapi menghilangnya ego.

Saudaraku,
Tuhan Yesus dalam pengajaran di bukit mengingatkan agar kita menjadi pohon yg baik (terlebih dahulu), baru bisa menghasilkan buah yang baik.
Dan buah yang baik itu senantiasa dihasilkan dari proses kematangan diri yang panjang... bukan hasil instan untuk berebut tepuk tangan, pengikut dan dukungan..

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Rabu, 23 November 2016

Bacaan: Kejadian 50: 15-21


Pertama, Yusuf menerima mimpi dan meyakini panggilan ilahi

Yusuf meyakini betul bahwa mimpi yg dinyatakan Tuhan bagi dirinya pasti digenapi. Ayah, ibu dan kakak kakaknya mungkin tidak percaya, tetapi Yusuf yakin bahwa panggilanNya tak mungkin salah dan tak mudah kalah.



Kedua, Yusuf tahu bahwa ujian hidup itu mendatangkan kebaikan. Fitnah, penolakan, pembuangan dan penderitaan yang dialaminya justru menjadi batu uji yang dipersiapkan TUHAN untuk menempa Yusuf menjadi pemimpin yang tangguh dan disegani. Tidak ada jalan yg mudah bagi tempat yg terindah.



Ketiga, ini bukan sekedar sejarah tentang hidupku atau hidupmu...tetapi ini adalah sejarah TUHAN. Mother Teresa menggambarkan hidup dalam jalan dan sejarahnya TUHAN, sbb: "I'm a little pencil in the hand of writing God, who is sending a love letter to the world." Wow!! Inilah yang harus kita sadari dan terus sadari, bahwa bukan diri kita lah yang menjadi pusat sejarah kehidupan, melainkan sejarah TUHAN, kita hanya bagian kecil dari tulisan sejarah TUHAN tsb, karena itu jalani pesan dan peran hidup dengan baik dengan tetap menyadari alur besar God's story and God's history.



Keempat, yakini bahwa semuanya akan berakhir dengan baik, jika yg yg kita alami sekarang belumlah baik, maka itu berarti belum akhir dari semuanya. Miliki cara pandang yang seperti ini akanlah membantu untuk tetap optimis dan positif. Yusuf meyakini hal itu, dan berkata: "Memang kamu telah mereka-rekakan yg jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yg terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yg besar." (Kejadian 50:20).



Itulah empat point penting yang bisa kita pelajari dari Yusuf, agar kita bukan saja bisa bertahan dalam kesulitan dan penderitaan, namun malah berlimpah kasih karunia dan berkecukupan dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan dalam pelbagai kebajikan (II Kor 9:8).



TAD-Ani


Renungan Mezbah Keluarga - Selasa, 22 November 2016

Bacaan: Kejadian 50: 15-21


Melupakan dan mengampuni kesalahan orang (yang dengan sengaja dilakukan) untuk mencelakai kita, sangatlah tidak mudah. Sungguh, diperlukan kebesaran hati yang luar biasa, untuk melepas masa lalu dan melihat rancangan besar didepan yang tengah dikerjakan oleh Allah bagi kita. Biasanya yang banyak terjadi adalah hukum balas dendam; "mata ganti mata, gigi ganti gigi.!" dan hal itu memang diperbolehkan dalam hukum Musa, sebagai prinsip hukum yang paling dasar, bernama keadilan.



Karena itu kita (dan dunia) akan senantiasa kagum akan "kelangkaan" dan "keanehan" orang yang membalas kejahatan dengan kebaikan, kutuk dengan berkat, perlakuan jahat dengan kebaikan, dendam kusumat dengan rahmat. Ya, itu aneh bin langka.



Nah, mari kita belajar dari satu tokoh Alkitab yang namanya Yusuf. Kita tahu kisah keluarganya; bagaimana ia disakiti dan dibully oleh saudara saudaranya sendiri karena mimpi yang dari TUHAN dan kebenaran yang dia sampaikan, Rencana penyingkiran dan pembunuhan atas diri Yusuf dikerjakan dengan rapi oleh saudara saudaranya sendiri. Kisah hidup Yusuf selanjutnya memang bisa kita baca dalam kitab Kejadian pasal 37 sampai pasal 50. (Wow..panjang sekali kisahnya).



Saudara,

Hidup Yusuf memang bak roller coaster yang naik turun meneganggkan. Happy ending sih... karena Yusuf percaya bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkn kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Sebab semua orang yang dipilihnya dari semula, mereka itu juga dipanggil-Nya. Dan mereka yang dipanggil-Nya, mereka itu juga dibenarkan-Nya. Dan mereka yang dibenarkan-Nya, mereka itu juga dimuliakan-Nya (Roma 8:28,30)



Lalu apa yang bisa pelajari dari Yusuf ini?



(bersambung)



TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Senin, 20 November 2016

Bacaan: Lukas 21: 5-19


Keempat, jalan kemuridan itu melahirkan cinta yang radikal. Tuhan Yesus mengajarkan kepada murid muridNya hukum kasih kepada Allah dan sesama sebagai hukum yang utama dan yang terutama dalam kehidupan, lebih dari soal kebenaran dan keadilan. Apalah artinya ketaatan pada "kebenaran Taurat" jika hal itu malah membuat manusia menjadi hakim bagi sesamanya. Apalah artinya "keadilan hukum Musa" jika ternyata hal itu hanya akan membuat manusia terjebak dalam lingkaran kekerasan yang turun temurun. Bagi Yesus, kebenaran dan keadilan itu penting, hukum Taurat Musa tidak hendak dihapuskan setitik iotapun. Namun jalan kemuridan adalah jalan cinta yang mengajak kita memasuki tahap yang lebih tinggi daripada sekedar hukum kebenaran dan keadilan. Karena itu Yesus berkata:

"Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu. Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar." (Matius 5:38-45).



Itulah jalan kemuridan.. jalan cinta yang radikal. Jalan yang akan membuat wajah agama punya sisi sisi lembut kemanusiaan, bukan hakim penjaga kebenaran yang mengerikan..



TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Sabtu, 19 November 2016

Bacaan: Lukas 21: 5-19


Tidak ada jalan lain yg harus kita tempuh, sebagai jalan hidup orang percaya, selain jalan KEMURIDAN. Yup..inilah yang Tuhan Yesus ajarkan dan persiapkan bagi Simon, Yohanes, Yakobus, Andreas dkk..termasuk juga bagi kita saat ini. Apa itu jalan kemuridan?



Pertama, jalan kemuridan adalah panggilan. Panggilan yg total dan radikal (artinya mengakar sampai alasan yg paling mendasar). Yesus dengan tegas berkata: "barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagiku (Mat 10:38), atau: "setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah." (Luk 9:62).. "Ikutlah Aku dan biarlah orang orang mati menguburkan orang orang mati mereka." (Matius 8:22).



Kedua, jalan kemuridan berfokus pada Kerajaan Allah dan kebenarannya. Yesus berkata: "Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu." (Matius 6:33). Banyak orang mencari Tuhan dan menyembah Allah untuk memenuhkan kebutuhan pribadi, keselamatan pribadi dan kesenangan pribadi dan bahkan kehormatan pribadi. Karena itu agama dan hukum agama lebih banyak dipakai sebagai "pemuas" ego dan "pembenaran" kepentingan yang memusat pada kebesaran kerajaan pribadi.



Ketiga, jalan kemuridan itu tetap tenang dan anggun dalam pujian maupun tekanan. Yup..memang akan ada 2 sisi kontras yang akan senantiasa menguji kematangan iman dan kemuridan kita; yakni apakah kita tetap tenang dan anggun dalam tekanan hidup yang tertubi-tubi? Dapatkan kita mengaminkan ajaran Yesus yg mengatakan: "Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat." (Matius 5:10-11). Ingat jalan kemuridan adalah jalan ketenangan dan kedamaian batin yang mendatangkan damai sejahtera yang melampaui segala akal (Fil 4:7)



(bersambung)



TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Jumat, 18 November 2016


Bacaan: Lukas 21: 5-19


Sebelum kami uraikan pilihan apa yang sebaiknya kita ambil dalam mensikapi penggilan hidup kemuridan di jaman akhir ini, baiklah kami akan kutipkan ilustrasi yang pernah dituliskan oleh Anthoni de Mello SJ sbb:



Yesus Kristus berkata bahwa Ia belum pernah menyaksikan pertandingan sepakbola. Maka aku dan teman-temanku mengajak-Nya menonton. Sebuah pertandingan sengit berlangsung antara kesebelasan Protestan dan kesebelasan Katolik. Kesebelasan Katolik memasukkan bola terlebih dahulu. Yesus bersorak gembira dan melemparkan topinya tinggi-tinggi. Lalu ganti kesebelasan Protestan yang mencetak goal. Dan Yesus bersorak gembira serta melemparkan topinya tinggi-tinggi lagi.



Hal ini rupanya membingungkan orang yang duduk di belakang kami. Orang itu menepuk pundak Yesus dan bertanya, "Saudara berteriak untuk pihak yang mana?" "Saya?" jawab Yesus, yang rupanya saat itu sedang terpesona oleh permainan itu. "Oh, saya tidak bersorak bagi salah satu pihak. Saya hanya menikmati permainan ini." Penanya itu berpaling kepada temannya dan mencemooh Yesus, "Ateis!"



Sewaktu pulang, Yesus kami beritahu tentang situasi agama di dunia dewasa ini. "Orang-orang beragama itu aneh, Tuhan," kata kami. "Mereka selalu mengira, Allah ada di pihak mereka dan melawan orang-orang yang ada di pihak lain."



Yesus mengangguk setuju. "Itulah sebabnya Aku tidak mendukung agama; Aku mendukung orang-orangnya," katanya. "Orang lebih penting daripada agama. Manusia lebih penting daripada hari Sabat."



"Tuhan, berhati-hatilah dengan kata-kata-Mu," kata salah seorang diantara kami dengan was-was. "Engkau pernah disalibkan karena mengucapkan kata-kata serupa itu". "Ya, dan bahkan hal itu dilakukan oleh orang-orang beragama," kata Yesus sambil tersenyum.



Nah....!!!



TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Kamis, 17 November 2016

Bacaan: Lukas 21: 5-19


Menjawab pertanyaan para muridNya, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa kehancuran bait Allah dan kemanusiaan itu sesungguhnya bukan pertama tama oleh karena bencana alam atau peperangan antar negara negara super power, bukan! Tetapi oleh karena perselisihan didalam dan antar agama itu sendiri. Karena itu Dia berkata: "Waspadalah, supaya kamu jangan DISESATKAN. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Dia, dan: Saatnya sudah dekat. Janganlah kamu mengikuti mereka." (Lukas 21:8 ).



Dan akibat dari PENYESATAN yg dikerjakan dari dalam rumah ibadat yg besar dan megah itu...bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kerajaan melawan kerajaan. Akan terjadi gempa bumi yang dahsyat dan di berbagai tempat akan ada penyakit sampar dan kelaparan, dan akan terjadi juga hal-hal yang mengejutkan dan tanda-tanda yang dahsyat dari langit (Luk 21:11). Nah..apakah ini yang disebut sebagai perang nuklir?? Walahualam?



Tetapi (kembali pada pokok awal soal penyesatan), Yesus kembali menjelasan: "Tetapi sebelum semuanya itu (peperangan besar)  kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena nama-Ku (Lukas 21:12).



Sungguh ironis bukan??? Agama yang dibanggakan dengan rumah yang megah besar, ternyata justru akan menjadi biang dari semua penyesatan dan kehancuran kemanusiaan? Termasuk didalam keluarga sendiri. Perhatikan peringatan dari Tuhan Yesus : "Dan kamu akan diserahkan juga oleh orang tuamu, saudara-saudaramu, kaum keluargamu dan sahabat-sahabatmu dan beberapa orang di antara kamu akan dibunuh dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku." (Lukas 21:16-17).



Lalu, apa yang harus kita lakukan, menanggapi peringatan yang disampaikan oleh Tuhan Yesus tsb?



(bersambung)



TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Rabu, 16 November 2016

Bacaan: Lukas 21: 5-19
Siapa tidak bangga memiliki tempat ibadah yg megah, indah dan wah? Dimana puluhan ribu orang bisa ditapung sekaligus. Wuaaah..pasti itu impian dari semua umat dan pemimpin agama. Umat yang besar, pengurus yang besar, dana yang besar, program yang besar... pendek kata semuanya besar!

Tetapi aneh bin ajaib.....
Tuhan Yesus tidak (mudah) terpesona dengan yg besar gemebyar jika dampak kasih dan kemanusiaan tidak lagi memancar. Itulah sebabnya saat para muridNya berkagum ria terhadap bangunan dan persembahan yang wah di Bait Allah, Dia berkata: "Apa yang kamu lihat di situ — akan datang harinya di mana tidak ada satu batu pun akan dibiarkan terletak di atas batu yang lain; semuanya akan diruntuhkan." (Lukas 21:6).

Tentu saja kata kata Sang Guru ini bagai petir di siang bolong...dhuaaaar!!! Apa artinya? Bagaimana bisa? Kapan? Dengan cara apa? Dan berbagai pertanyaanpun mulai muncul. Apakah akan ada bencana alam yang begitu dahsyat? Ataukah ini yg disebut kiamat? Kapan? Bilamana itu terjadi?

Lalu, Yesuspun mulai menjelaskan kegelisahan dan kesedihan hatiNya. Yesus menangis melihat kota dan kemegahan bait Allah itu dan berkata: "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batu pun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau." (Lukas 19:41-44).

Apa artinya tangisan Yesus itu? Siapa akan menjadi musuh siapa? Siapa yang akan mengepung dan menghimpit dari segala jurusan? Siapa yang akan merobohan tembok bait Allah yang megah dan membanggakan itu?

(bersambung)

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Selasa, 15 November 2016

Bacaan: Kejadian 18:16-33
Jadi, apa yang bisa kita kerjakan saat ini untuk bersyafaat bagi Indonesia?

1. Menemukan apa pesan Allah bagi kita, bagi gereja dan bagi warga negara Indonesia. Kita percaya bahwa Allah turut bekerja dalam SEGALA SESUATU untuk mendatangkan kebaikan. Karena itu pilihlah respon yang benar, tenang dan percaya bahwa disemua ujian (yg paling berat sekalipun) Allah turut bekerja untuk mendatangkan kebaikan.

2. Jadilah pribadi yang arif dalam menjalani hidup, sebagaimana FT: "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup, janganlah seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat. Sebab itu janganlah kamu bodoh, tetapi usahakanlah supaya kamu mengerti kehendak Tuhan." (Efesus 5:15-17)

3. Serukanlah pertobatan dan mintalah pengampunan.
Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!  Baiklah orang fasik meninggalkan jalannya, dan orang jahat meninggalkan rancangannya; baiklah ia kembali kepada TUHAN, maka Dia akan mengasihaninya, dan kepada Allah kita, sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya. (Yesaya 55:6-7)

4. Bersyafaatlah bagi keselamatan seluruh bangsa, sebagai mana Abraham yang menaikkan syafaatnya kepada Allah untuk keselamatan Lot dan keluarganya, bahkan jg untuk seluruh Sodom dan Gomora. Walaupun Allah pada akhirnya berkehandak lain, namun doa Abraham bukanlah doa yang sia sia.

Maka, biarlah kiranya TUHAN melihat kemurnian hati kita dan mendengar setiap doa kita, sebab bangsa ini akan tetap tegak berdiri bila didalamnya ada pilar pilar doa, yang setia bersyafaat bagi keluarga dan bangsanya.

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Senin, 14 November 2016

Bacaan: Kejadian 18:16-33
Bersyafaat, adalah berdoa dihadapan Allah untuk mewakili seseorang, sekelompok orang atau bangsa agar mendapat belas kasihan dan pengampunan dari TUHAN. Nah, itulah yang dilakukan oleh Abraham terhadap Sodom dan Gomora, sebab Allah hendak memusnahkan Sodom dan Gomora oleh karena dosa dosanya. Abraham tidak bersyafaat hanya untuk keselamatan Lot dan keluarganya, ia bersyafaat untuk memohonkan belas kasihan TUHAN agar mengurungkan niatNya menunggangbalikkan Sodom dan Gomora. Abraham tahu persis bahwa TUHAN adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-lamanya Ia mendendam. Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita (Maz 103:8-12).

Nah, oleh keyakinan tsb, maka Abraham memberanikan diri "menawar" TUHAN :
"Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu? Apakah Engkau akan melenyapkan tempat itu dan tidakkah Engkau mengampuninya karena kelima puluh orang benar yang ada di dalamnya itu? Jauhlah kiranya dari pada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian dari pada-Mu! Masakan Hakim segenap bumi tidak menghukum dengan adil?"
TUHAN berfirman: "Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka."

Abraham sadar bahwa memang tak ada 50 orang benar disana, maka ia mulai menawar "kebaikan" TUHAN dengan mengurangi jumlah bilangannya dari 40, 30, 20 hingga 10 orang. Dan dia tak berani melanjutkan tawar menawar dgn TUHAN sebab memang tdk dijumpai disana 10 org yang benar...sehingga Sodom dan Gomora tetap ditunggangbalikkan dengan api TUHAN.

Apa yg bisa kita pelajari disini berkait dengan situasi kondisi bangsa kita saat ini?

(bersambung)

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Sabtu, 12 November 2016

Bacaan: I Kor 10:13
Energi kita akhir2 ini banyak habis untuk merawat hati dan emosi kita agar tetap tenang saat menghadapi gelombang masalah atau cobaan. Gelombang2 itu sebagian bisa kita prediksi datangnya, namun tak sedikit pula yang tiba tiba menerjang.

Nah, bagaimana sih merawat hati agar tetap bisa tenang? Sebab dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu (Yes 30:15).

Pertama, BERSYUKUR
Latihlah setiap hari untuk melihat segala sesuatu yg terjadi dalam hidupmu dengan rasa syukur, yang kita anggap baik maupun buruk. Mother Theresa berkata : "some people come in your life as blessings. Some people come in your lifa as lessons."

Kedua, BELAJAR
Anggaplah kesulitan dan masalah sebagai ujian untuk naik level. Tanpa ujian tidak ada peningkatan ilmu dan ketrampilan hidup. FT mengajak kita untuk tetap bahagia apabila kita jatuh dalam berbagai persoalan dan pencobaan (Yak 1:2).

Ketiga, BERDOA/BERSYAFAAT
Ini bukan nasehat klise. Doa adalah makanan bagi roh dan jiwa kita. Dalam kita II Taw 7:13-14 dikatakan: "Bilamana..umatKu, yang atasnya namaKu disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajahKu, lalu berbalik dari jalan jalannya yang jahat, maka Aku akan mendengar dari Surga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan negeri mereka." Pegang ayat ini, hafalkan dan lakukan!

Keempat, BANGKIT
Jangan tertunduk apalagi tergeletak dalam menghadapi cobaan. I Kor 10:13 mengatakan "pencobaan pencobaan yang kami alami ialah pencobaan pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu."

Jadi, jika engkau atau bangsa ini sedang menghadapi masalah dan cobaan yang berat menekan, ingat 4 hal tsb yang harus dikerjakan. Menangis boleh, sedih wajar, gentar juga normal..tetapi segeralah bangkit dan belajarlah untuk menjadi pribadi dan umat yg TANGGUH...

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Jumat, 11 November 2016

Bacaan: Efesus 4:26
Akhir2 ini orang mudah sekali marah. Kalau ada orang yg menjelek2kan Ahok maka ada orang yg cepat marah. Atau sebaliknya, kalau ada orang yg membela Ahok, ada jg orang yg marah. Wuah rasanya marah telah menjadi unsur utama guna menyatakan kebenaran.. makin keras dan garang marahnya makin merasa benarlah ia.

Saudara,
Tahukah kita bahwa marah itu punya sisi buruk terhadap kesehatan? Universitas Stanford pernah melakukan suatu percobaan yg menarik. Selang pernafasan dimasukkan ke dalam hidung  seseorang lalu ia diminta untuk bernafas seperti biasa, selang kemudian ditancapkan ke salju.

Jika salju tidak berubah warnanya, itu berarti emosinya sedang stabil, jika salju semakin memutih, itu berarti dia sedang merasa bersalah, jika salju berubah menjadi ungu, itu berarti dia sedang marah. Salju yg berubah menjadi ungu itu, jika disuntikkan ke dalam tubuh seekor tikus putih, dalam waktu 1-2 menit, tikus akan mati. Komposisi salju yang berubah ungu itupun sudah diteliti. Ternyata marah dapat membuat seseorang mudah terjangkit kanker.

Karena itu...
pertimbangkanlah baik baik dampak negatif dari amarah..yang berkepanjangan. Mari kita belajar mengendalikan amarah dengan:

1. Hidup  rileks. Tidak semua urusan harus dijelaskan dan diluruskan. Ada area yg bisa kita jangau ada juga area yg diluar kemampuan kita.
2. Ubahlah apa yg bisa kita ubah dan terimalah dengan legowo apa yang tdk bisa diubah.
3. Ambil waktu 10 detik untuk memikirkan dampaknya, sebelum amarah meledak.
4. Marahlah secukupnya, dengan fokus pada kesalahannya dan bukan pada orangnya.
5. Peganglah nasehat Gal 6:8
"barangsiapa menabur dlm dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yg kekal dari Roh itu."

Nah,
Itu berarti marah boleh, asal terkendali oleh roh, bukan oleh daging, sehingga menghasilkan kebaikan dan perbaikan.

bukan malah penyakit.

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Kamis, 10 November 2016

Bacaan: Roma 8:13-17
Sesungguhnya Yesus tidak sedang kecewa atau marah saat meneriakkan "Eloi Eloi lama sabhaktani"...tetapi Ia hendak menyampaikan pesan kepada kita (sebagai anak Allah) agar tetap tangguh saat menghadapi tekanan, penderitaan, bahkan kematian sekalipun. Kitab Roma 8:15-16 berkata: "Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yg membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.

Ya... dengan meneriakkan "ya Abba...ya Bapa", kita ditolong Roh Kudus untuk menegaskan ulang siapakah diri kita kepada dunia. Kita adalah anak anak Allah yg hidup menurut pimpinan Roh, bukan takluk oleh manipulasi daging. Sebab jika kita hidup menurut keinginan daging, kita akan mati; tetapi jika kita hidup oleh Roh, kita akan berani mematikan (nafsu) daging dan kita akan hidup (Roma 8:13).

Jadi, janganlah takut oleh tekanan, penderitaan dan kematian. Rasul Paulus berkata: "Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yg ada sekarang, maupun yg akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yg di atas, maupun yg di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yg ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 8:38-39).

Nah,
Itulah pesan penting bagi kita saat ini.. jangan jadi pengikut Kristus yang manja dan suka berteriak mengatas-namakan Tuhan, padahal tidak sungguh hidup dijalan Tuhan (Matius 7:21)...Tetapi jadilah pengikut Kristus yang tangguh dan berani dengan rendah hati berkata: "Yang kukehendaki ialah MENGENAL Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan PERSEKUTUAN dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi SERUPA dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. (Fil 3:10-11)

Amin.

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Rabu, 9 November 2016

Bacaan: Roma 8:13-17
Apakah Yesus kecewa kepada Sang Bapa saat Dia berteriak: "Eloi Eloi lama sabakhtani..?" Jawabnya TIDAK! Ia tidak kecewa dan merengek menggugat BapaNya. Yesus sadar betul bahwa Ia datang untuk menggenapi apa yg tertulis dalam kitab Yeremia 11:19 dimana akan ada kesepakatan jahat untuk mengorbankan domba jinak dengan berteriak: "marilah kita binasakan pohon ini dengan buah buahnya! Marilah kita melenyapkannya dari negeri orang orang hidup, sehingga namanya tidak diingat orang lagi"
Yesus sudah siap apabila oleh karena seruan pertobatan dan karya pembaharuan yang dikerjakannya, membuat banyak orang marah dan menginginkan kematianNya. Bukankah Ia jg sudah berulang kali mengingatkan murid2Nya, bahwa Ia akan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua tua, imam imam kepala dan ahli ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari yg ketiga (Mat 16:21).

Nah, kembali pada teriakanNya: "Eloi Eloi lama sabakhtani? Marilah kita lihat kita Roma 8:13-17 sebagai jawabnya. Sebab teks tsb menjelaskan dengan sangat baik makna dari teriakan Yesus sbg pesan dan petunjuk bagi kita saat menghadapi tekanan dan ketidakadilan hidup.
"Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup. Semua orang, yang dipimpin Roh Allah, adalah anak Allah. Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba, ya Bapa!" Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah. Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia."

(bersambung)

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Selasa, 8 November 2016

Bacaan: Markus 15:33-41
Disinilah peristiwa yg sangat ironis tragis terjadi.
Yesus yg baik, jujur dan bersih...malah diarak dengan tuduhan penistaan agama, menghinakan Taurat dan melecehkan Sabat. Pengadilanpun dipaksakan untuk diselesaikan di jalanan, tanpa pembelaan dan saksi saksi yg meringankan. Para muridNya diusir pergi dan diintimidasi, para pengikutNya pun kocar kacir melarikan diri. Kini Yesus seorang diri. Ia dibuly, diludahi, digebugi dan di salibkan tanpa kesalahan yg terbukti.

Pertanyaan yg masih menggelantung dibenak kita sampai hari ini adalah mengapa semuanya itu bisa terjadi? Dimana Allah SANG BAPA saat itu? Mengapa IA berdiam saja menyaksikan ketidak-adilan terjadi? Tidakkah Allah sanggup menurunkan para malaikatNya? Atau membuat peristiwa yg seperti di Lembah Pujian terjadi kembali, dimana orang2 yg mengepung raja Yosafat saling bunuh sendiri?  Dimanakah Allah yang disebut SANG BAPA itu?

Yesus sendiri diujung sunyi...hingga akhirnya pecah dalam satu tarikan nafas terahir sebelum mati : "Eloi Eloi lama sabakhtani..?" yang artinya Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? Sungguh teriakan teologis yang memilukan hati, yg mudah disalah mengerti. Orang orang yang mendengar teriakan ini salah menafsirkannya dengan mengatakan: "Lihat, Ia memanggil Elia." (maka orang mulai menghubungkan Yesus dengan Elia yg sangat di banggakan oleh orang Yahudi, karena berani membongkar penyesatan yg dilakukan oleh Izebel dan 400 imam imam Baal). Maka datanglah seorang dengan bunga karang, mencelupkan kedalam anggur asam lalu mencucukkannya pada sebatang buluh dan memberi Yesus minum serta berkata: "Baiklah kita tunggu dan melihat apakah Elia datang untuk menurunkan Dia."

Nah, apakah arti teriakan Yesus ini? Apakah Ia merasa "menyesal" dengan apa yg terjadi? Apakah Ia "marah" karena Allah berdiam diri? Apakah Ia kecewa karena pengikutNya berbalik arah saat kesulitan terjadi?

(bersambung)

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Senin, 7 November 2016

Bacaan: Matius 16: 21-28
Apakah benar bahwa seluruh rakyat Yahudi menyetujui tuntutan massa dan menginginkan penyaliban Yesus? Ooh tidak! Sebagian besar rakyat masih berakal sehat. Mereka tahu bahwa tak dijumpai kesalahan apapun pada diri Yesus, persis seperti yg dikatakan oleh Pilatus. Yesus yg mereka kenal selama ini bukanlah Yesus yg jahat dan beringas. Ia memang tegas dan sangat cerdas dalam menjawab dan membungkam pertanyaan2 jebakan, Ia juga mengatakan benar sebagai benar dan salah sebagai salah, tetapi Yesus bukanlah orang jahat.

Bahkan, jika dilakukan survey, maka banyak orang akan memberikan testemony bahwa sejak kehadiran Yesus di Galilea, banyak perubahan yg sudah dikerjakanNya. Danau yg dulunya sudah habis ikannya, kini muncul ikan ikan besar dan banyak, sehingga para nelayan bergotong royong saling bantu dalam mengangkat jala mereka. Ada ribuan orang pernah diberi makan dengan cara yg ajaib, yg sakit disembuhkan, lumpuh berjalan, buta melihat, bahkan matipun dibangkitkan. Ya....kisah kisah karya kemanusiaan banyak terdengar disana sini. Anak anak, perempuan sundal dan pemungut cukai jg mendapat sentuhan kemanusiaan Yesus.

Jadi, banyak orang yg tidak setuju akan penyaliban Yesus, sebab mereka kenal betul bahwa Yesus bukanlah orang jahat. Tetapi apa mau dikata tunduhan tentang penistaan Taurat dan penghinaan hari Sabat berkembang makin hebat. Jika issue sudah dilegitimasi oleh para imam dan tokoh agama, maka sulitlah rakyat kecil bersuara. Jika Taurat dilecehkan dan Sabat dihinakan, maka semua orang Yahudi wajib membela Tauratnya, membela Sabatnya dan membela Allahnya. Jika ada yg mengatakan bahwa Yesus tidak bersalah, maka ia akan dituduh sesat, kafir dan menjadi musuh dari pasukan2 pembela Allah.

Sungguh ironis memang...
Agama yg seharusnya mengajarkan kasih dan kebenaran, kini malah dengan terang benderang mendemonstrasikan kebencian dan keberingasannya yg melampaui akal sehat.

(bersambung)

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Sabtu, 5 November 2016

Bacaan: Matius 27:1-26
Issue penghujatan yg dilakukan oleh Yesus mulai tersebar bagai pesan berantai yg tak terkendali. Ada yg mengatakan Yesus hendak menghapuskan Taurat (padahal yg dikecam adalah para ahli Taurat, bukan Tauratnya). Ada juga yg mengatakan Yesus telah menghinakan hari Sabath, karena Yesus menyembuhkan orang pada hari Sabat. Yesus jg dianggap menghujat Allah dengan menyamakan diriNya sbg Anak Allah. Sesungguhnya akar dari semua masalah bukan pada ajaran Yesus tetapi pd sikap Yesus yg keras membongkar praktek pungli dan korupsi di Bait Allah. Itulah yg membuat para imam dan orang2 yg berkepentingan secara ekonomi dan politik mulai gerah dan marah.

Kini mereka bersekongkol untuk mencari momentum yg tepat guna menangkap Yesus. Maka Yudas segera didekati untuk menjadi pintu masuk penangkapan Yesus. Setingan rencana licik untuk menangkap Yesuspun di gelar. Yesus ditangkap di Taman Getsemani saat berdoa bersama dengan murid2Nya. Saat Yesus ditangkap, ratusan orang menjadi makin kesetanan. Yesus di gelandang untuk masuk dalam pengadilan "jalanan". Pilatus tentu harus menentukan keberpihakannya. Apakah ia akan berpihak pada massa yg dibekingi oleh para imam atau berpihak pada Yesus yg kelompoknya minoritas itu? Disinilah kekuatan hukum menjadi tumpul, dan otoritas pimpinan negarapun mandul. Sebab satu kalkulasi yg paling logis yg diajukan oleh para penasehat Pilatus adalah: "lebih baik mengorbankan satu orang ketimbang harus menghadapi tuntutan massa yg beringas. Sebab jika terjadi pemberontakan orang2 Yahudi, maka tentu kerusakannya akan lebih besar." Segera Pilatus mencoba mengukur kemarahan masa itu dgn pilihan pembebasan Barabas atau Yesus. Dan ternyata benar, massa memilih Berabas sebagai ganti Yesus (walau secara hukum tidak dijumpai kesalahan apapun pd dirinya).

Dan babak penyaliban pun dimulai..

(bersambung)

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Jumat, 4 November 2016

Bacaan: Lukas 23
Penyaliban Yesus adalah sebuah kesalahan terekstrem sepanjang sejarah manusia. Ya salah waktu, salah orang, salah tempat dan salah hukuman!
Salah waktu, karena saat itu adalah hari raya Paskah orang Yahudi, yg seharusnya membebaskan orang bukan membunuh orang.

Salah orang, kerena Yesus bukanlah  penjahat. Tidak ada catatan kejahatan yg pernah dilakukanNya. Ia dikenal lemah lembut dan murah hati. Ia berkeliling Galilea dan Yudea hanya untuk mewartakan hal Kerajaan Allah, menyembuhkan yg sakit dan menaklukkan kuasa setan. Apa yg salah dari Yesus ini? Bukankah pengadilan Pilatus telah menyatakan bahwa Yesus tak bersalah?

Salah tempat, ya..pengadilan Yesus adalah salah tempat! Kalau Ia dianggap menyesatkan, bukankah harusnya di bait Allah Ia dihakimi? Kalau dianggap menghujat, bukankah cukup dirumah Imam Besar Kayafas, lalu ditobatkan? Mengapa Ia harus digiring bagai pesakitan dipengadilan Pilatus?

Salah hukuman, bagi orang Yahudi hukuman bagi penyesat dan penghujat adalah dirajam batu. Bagi orang Romawi hukuman bagi pemberontak adalah cambuk. Nah, mengapa Yesus disesah dan disalibkan sekaligus untuk kesalahan yg tak dapat dibuktikan?

Karena itu penyaliban Yesus adalah kesalahan terbesar sepanjang sejarah! Ini keputusan yg kental dengan kepentingan politik, ketimbang persoalan agama atau hukum. NAMUN toh, Allah mengijinkannya. Allah membiarkan hal itu terjadi agar manusia belajar dari KESALAHAN yg paling ekstrem yg pernah dibuat oleh manusia, dan sekaligus belajar dari KASIH yg paling ekstrem yg pernah dikerjakan Allah bagi manusia. Hanya dengan dua sisi yang sama2 eksterm itulah, manusia akan mendapatkan pencerahan dan keselamatannya. Dosa yang melahirkan intrik dan kejahatan yg paling ekstrem, berjumpa dengan kasih dan pengorbanan Allah yg paling ekstrem.

Dan karenanya SALIB kini menjadi simbol ekpresi iman, pengharapan dan kasih yang paling ekstrem bagi kekristenan..!

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Kamis, 3 November 2016

Bacaan: I Kor 10:13
Hari hari ini Jakarta memasuki siaga satu. Banyak orang mulai panik dan meraba raba apa yang bakal terjadi? Apakah peristiwa 1998 akan terulang lagi? Ataukah potensi kerusuhan tahun ini akan jauh lebih hebat dari peristiwa di tahun tahun sebelumnya? Kita tidak bisa menjawabnya secara pasti. Apapun mungkin...dan berita2 online ternyata telah menguras energi kita untuk merawat hati dan emosi agar tetap tenang menghadapi kemungkinan demo anarkis besok hari, tgl 4 November 2016.

Nah, bagaimana sih merawat hati dan pikiran agar tetap cool dan adem, seperti nasehat Yes 30:15: .."dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu"

Saudaraku,
Mari kita belajar dari 2 tokoh Alkitab dalam menghadapi situasi sulit:

1. Abraham : tetap mempercayai TUHAN, lebih daripada kesulitannya saat itu. Walau nampaknya kehendak TUHAN itu aneh (yakni memintanya untuk mengorbankan Ishak anaknya sendiri), namun Abraham tetap percaya pada God's will, God's way dan God's time. Nurut apa kata TUHAN adalah kuncinya.

2. Daud melawan Goliath. Walau dalam hitungan diatas kertas, Daud bagai timun berhadapan dengan si durian Goliath. Jelas bukan tandingan. Namun Daud tidak panik  berhadapan dengan Goliath. Jelas ini bukan sekedar self confidence yang tinggi, namun ini lebih pada faith confidence. Yup Daud maju dengan keyakinan iman yang penuh, bahwa TUHAN yang akan akan telah memberikan kemenangan.

Jadi, jika saat ini saudara sedang begulat dalam pilihan sulit atau berhadapan dengan tantangan yang maha berat, dan nyaris mustahil untuk dikalahkan, yakinlah bahwa bersama dengan TUHAN dan dengan cara TUHAN, saudara akan meraih kemenangan. Katakan dengan faith confidence bahwa segala perkara dapat kutanggung di dalam DIA yang memberi kekuatan kepadaku ( Fil 4:13)

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Rabu, 2 November 2016

Bacaan: II Kor 12:9-10
Ditembok gedung Physical Therapy Rehabilitation, New York ada tulisan refleksi yg sangat dalam maknanya. Demikian tulisan itu:

Saya meminta kepada Tuhan kekuatan yg memungkinkan saya untuk melakukan hal hal besar, tetapi saya dianugerahi kerapuhan agar saya dapat belajar rendah hati.

Saya meminta kesehatan yg memungkinkan saya untuk melakukan hal hal yg luar biasa, saya diberikan kelemahan agar saya dapat belajar untuk melakukan hal hal yg lebih baik.

Saya meminta kekayaan yg memungkinkan saya untuk hidup bahagia, saya diberikan kemiskinan agar saya dapat belajar menjadi bijaksana.

Saya meminta kesuksesan yg memungkinkan saya mendapat puji pujian dari manusia, saya diberikan kegagalan agar saya dapat belajar untuk mengandalkan Tuhan.

Saya meminta semua hal yg memungkinkan saya untuk menikmati hidup, saya diberikan kehidupan agar saya dapat menikmati segala sesuatu.

Saya tidak mendapatkan apapun yang saya minta, tetapi semua yg saya harapkan didengarkan.

Terlepas dari apapun yang dikehendaki Tuhan, hampir semua doa saya yang tak terucapkan telah di jawab.

Saya adalah salah satu orang yang paling diberkati.

Wow!!
Tulisan tsb bisa jadi diinspirasi oleh surat Paulus kepada jemaat di Korintus, dimana Paulus melihat kelemahan, kesukaran dan kesesakan oleh karena Kristus sebagai karunia yg justru menguatkan. Aneh memang, tetapi itulah kekuatan iman, kekuatan yg lahir dari paradoks kehidupan.

Coba perhatikan:
Saat seorang bayi lahir, dia sesungguhnya masuk dalam kesesakan dan penderitaan. Apa yang dia lakukan? Menangis!! Saat bayi menangis, ia mengeluarkan udara di paru parunya dan ia mulai bernafas!

Saudara,
Kesulitan dan penderitaan itu sesungguhnya baik dan membantu kita untuk berteriak, menangis dan bernafas! Ya bernafas! Paru paru rohani kita mulai berdenyut hidup.

Jadi,
Jika kelemahan, kesukaran dan kesesakan datang, berteriaklah kepada Allah, menangislah..

dan bernafaslah!!

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Selasa, 1 November 2016

Bacaan: Ulangan 5:16

2. BERBUDI
Orang tua pasti mendambakan anaknya menjadi orang yang berbudi. Berbudi berarti mementingkan nilai nilai luhur sebagai dasar penopang hidup dan pengambilan keputusannya. Nilai nilai luhur ini diajarkan oleh orang tua yang benar benar takut akan TUHAN. Taburkan nilai nilai luhur ini terus menerus secara konsisten. Pengkhotbah 11:6 mengatakan: "Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik."
Dan jika nilai nilai luhur tsb sudah tertanam, maka ia tak akan mudah terkontaminasi oleh nafsu kedagingan yang ditebarkan oleh lingkungan.

3. LEMAH LEMBUT
Orang tua menginginkan agar anak anak mereka menjadi orang yang lemah lembut. Lemah lembut bukan lemah gemulai, namun dimengerti sebagai sebuah tindakan baik yang digerakkan oleh bela rasa yang sangat dalam (compassionate). Kelemahlembutan itu dikerjakan secara otomatis oleh anak anak yang mencintai orang tuanya. Karena kelemah lembutan itu lahir dari ketulusan cinta, kejernihan akal, kebeningan budi.

Yup...Itulah 3 hal yang sangat disukai oleh orang tua dan secara konsisten terus ditaburkan dalam doa dan keteladanan hidup orang tua bagi anak anaknya. Hikmat dan berkat itu datangnya dari atas, dari Allah kepada orang tua dan turun ke anak cucu..ia bagai minyak urapan yang turun kekepala Harun, lalu turun kejanggut dan kejubahnya..

Charles Spurgeon mengatakan, “Hikmat adalah keindahan hidup yang hanya bisa dihasilkan karya Allah dalam diri kita..melalui orang orang pilihannya."

Jadi,
Hormatilah ayah dan ibumu....mintakanlah hikmat dan berkat atas kepalamu... maka umur panjang ada ditangan kananmu, ditangan kirimu akan ada kejayaan dan kehormatan (Amsal 3:16)

Amin.

TAD-Ani

Renungan Mezbah Keluarga - Senin, 31 Oktober 2016

Bacaan: Ulangan 5:16
Setelah kita mengupas bagaimana peran (hati) ayah dan ibu, minggu ini kita akan mengupas bagaimana anak anak harus hormat kepada orang tua. Ini adalah hukum Tuhan yang sangat utama dan mendasar: "Hormatilah ayahmu dan ibumu, seperti yg diperintahkan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, supaya lanjut umurmu dan baik keadaanmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu." (Ulangan 5:16)

Nah, sekarang....
Bagaimana kita memaknai hukum Tuhan tsb? Apakah dengan mendengarkan nesehat2nya? Mematuhi perintahnya? Membantu pekerjaan rumah? Atau merawatnya manakala sakit atau lanjut usia? Ya...tentu saja semuanya itu baik dan wajib kita kerjakan selaku anak. Namun jika orang tua ditanya: hal apakah yang paling menyenangkan hati mereka? Mereka akan berkata: "Saya hanya ingin agar anak2 berhasil "jadi orang". Itu saja!"
Wow.. Itulah bentuk rasa hormat dan balas budi yang paling disukai orang tua, lebih dari bantuan fisik atau meterial. Jika diuraikan lebih lanjut ada 3 hal yang paling diinginkan orang tua bagi anak anaknya yakni:

1. BIJAK
Anak anaknya menjadi orang yang bijak. Bijak berarti pandai, mencintai ilmu, bergairah mengolah sumber ilmu, cakap mengolah kata, memiliki tujuan, prinsip dan perencanaan untuk keluar dari kesulitan. Pendek kata, anak anaknya bisa seperti raja Salomo yang memilii hati yang paham untuk menimbang perkara; apa yang baik, berguna, membangun dan yang memuliakan nama TUHAN. Amsal 3:13-17 berkata: "Berbahagialah orang yang mendapat hikmat, orang yang memperoleh kepandaian, karena keuntungannya melebihi keuntungan perak, dan hasilnya melebihi emas. Ia lebih berharga dari pada permata; apa pun yang kauinginkan, tidak dapat menyamainya. Umur panjang ada di tangan kanannya, di tangan kirinya kekayaan dan kehormatan. Jalannya adalah jalan penuh bahagia, segala jalannya sejahtera semata-mata."

(bersambung)

TAD-Ani