Philip Adam
mengatakan kematian yg diakibatkan oleh perang (ego) agama itu ternyata
menduduki rangking pertama dibandingkan dengan sumber kematian oleh karena
bencana alam atau epidemi penyakit. Kok bisa? Bukankah semua agama itu
mengajarkan kebaikan dan perdamaian? YA! Tapi apabila penganutnya salah
sasaran, agama bisa dipakai untuk mengobarkan kebencian dan peperangan.
Berkaca pada
kehidupan "beragama" yang nampak sukses, namun salah sasaran itu,
tulisan Anthony de Mello dalam buku Doa Sang Katak 2, bisa memberikan tamparan
pada kesadaran kita, mari cermati baik baik tulisannya:
Guru di sekolah
panahan dikenal sebagai Guru Kehidupan yang sangat baik pula.
Suatu hari muridnya
yang paling cemerlang tiga kali berturut turut berhasil mengenai sasaran dalam
suatu pertandingan setempat. Semua orang bertepuk tangan riuh rendah. Murid dan
Guru mendapat ucapan selamat bertubi tubi.
Namun sang Guru
tampaknya tidak begitu terkesan, bahkan ia kritis.
Ketika kemudian
muridnya bertanya mengapa demikian, Ia menjawab, "Engkau masih harus
belajar bahwa sasaran bukanlah sasarannya."
"Manakah
sasaran yang SEBENARNYA," tanya murid itu ingin tahu.
Namun sang Guru
tidak mau mengatakan. Ini adalah yang pada suatu hari harus dipelajari oleh
murid itu sendiri karena tidak dapat diteruskan dengan kata kata.
Pada suatu hari ia
berharap muridnya akan menyadari bahwa hidup sesungguhnya bukan semata mata
mengejar capaian hasil akan tetapi lebih pada kematangan sikap; bukan sasaran,
akan tetapi menghilangnya ego.
Saudaraku,
Tuhan Yesus dalam
pengajaran di bukit mengingatkan agar kita menjadi pohon yg baik (terlebih
dahulu), baru bisa menghasilkan buah yang baik.
Dan buah yang baik
itu senantiasa dihasilkan dari proses kematangan diri yang panjang... bukan
hasil instan untuk berebut tepuk tangan, pengikut dan dukungan..
TAD-Ani
No comments:
Post a Comment