Renungan Mezbah Keluarga #17C25

Bacaan: Lukas 10:25-37

Selama minggu Pra Paskah pertama sampai ketiga kita sudah membahas beberapa pokpk penting seperti: Spiritualitas Kerajaan Allah, Panggilan Kerajaan Allah dan bagaimana kita Menyambut Kepenuhan Kerajaan Allah. Nah, memasuki Minggu Pra Paskah keempat ini kita akan membahas Etika Kerajaan Allah.

Etika Kerajaan Allah yang diajarkan oleh Tuhan Yesus ini sungguh sangat praktis (dan konkret), tidak abstrak dengan pembahasan mengenai siapa Allah dan hukum hukum Allah. Ingat biasanya kalau kita berbicara mengenai etika, pasti harus dan kudu..tidak boleh tidak, memulainya dengan landasan hukum hukum Allah. Akibatnya pembahasan etika (yang berujung pada nilai baik tidak baik, boleh atau tidak boleh dilakukan) sangatlah tergantung pada imam atau orang yang memang di khususnya untuk menjadi ahli tafsir kitab atau hukum Allah tsb. Dari sinilah (tanpa disadari Etika berubah menjadi Dogma (pembenaran yang kaku dan sarat kepentingan). Coba renungkan dan bandingkan dengan apa yang terjadi akhir akhir ini diseputar Pilkada, khususnya di DKI. Bagaimana sikap etis pelayanan publik bisa berubah menjadi statemen statemen dogmatis yang berbicara soal haram halal dan masuk sorga atau tidak masuk sorga.

Nah, berbeda dengan para imam dan ahli Taurat pada waktu itu, Yesus dengan tegas mengajarkan hal Etika Kerajaan Allah bukan dari "atas" atau dari KUTIPAN ayat ayat suci tetapi dari "bawah" yakni dari APLIKASI ayat ayat suci tersebut di kehidupan nyata sehari hari. Etika Kerajaan Allah bukan dimulai dari siapakah Allahmu (sama atau tidak dengan Allahku) tetapi justru dimulai dengan pertanyaan mendasar: "Siapakah sesamaku manusia?"

Secara apik Yesus menjawab pertanyaan seorang ahli Taurat tentang bagaimana bisa mendapatkan hidup kekal atau keselamatan dalam Kerajaan Allah,  dengan pertanyaan mengenai apa hukum agama yang paling tinggi. Apa yang tertulis disana dan apa yang kau baca dari padanya? KASIH adalah jawabannya. Yup itu benar..kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama adalah inti dari ajaran semua agama di dunia ini. Tidak ada yang salah dan tidak ada yang perlu dikoreksi dari padanya. Yang diperlukan sekarang hanyalah bagaimana praktek hidup etis untuk memenuhkan tuntutan hukum agama tersebut..bukan sekedar pengetahuan, tafsiran, statemen atau fatwa.

Kebanyakan pemimpin agama itu fasih berbicara mengenai hukum Allah, apa yang benar dan yang salah, apa yang baik dan tidak; tetapi (justru) gagap dan tidak tahu siapakah sesamanya manusia. Ironis bukan? Kita atau Gereja juga teramat sering berbicara tentang Allah dan hukum hukumNya (dogma keselamatan) tetapi gagap jika ditanya mengenai etika, apa yang sudah kita buat bagi sesama? Ya buat sesama yang ada diluar tembok Gereja (bukan hanya yg ada di dalam Gereja)...sesama yang membutuhkan pertolongan, sesama yang setengah mati melanjutkan hidup di dunia ini. Bayangkan saat mereka membutuhkan pertolongan nyata untuk melanjutkan kehidupan di dunia ini (yang setengah mati)..eeh kita malah asyik masyuk berceramah mengenai hidup kekal di Sorga nanti dengan pendekatan dogmatis dan bukan etis. Apakah ini tepat? Dan menjawab kebutuhan? Apakah ini yang dikehendaki oleh Tuhan Yesus?

Tentulah pendekatan dogmatis harus diikuti dengan praktek etis. Jika tidak maka agama dan ajarannya tak bermakna apa apa. Injil Lukas sengaja mencatat  kisah ini untuk mengingatkan kita dan Gereja akan panggilan etis Gereja buat sesamanya. Mari kita mulai belajar kembali berteologi dan beretika secara beriringan...
 

dan semuanya itu bisa dikerjakan jika kita memulainya dengan Etika Kerajaan Allah.
Etika yang dari bawah.
Etika yang menjawab pertanyaan  "siapakah sesamamu manusia?"

(bersambung)

TAD-Ani

No comments:

Post a Comment