Renungan Mezbah Keluarga #17D07

Bacaan: Roma 1:18-22

Dalam percakapan dengan beberapa teman perihal pelayanan Gereja di Semarang kemarin, kami mengibaratkan Gereja itu seperti rumah..dan Pendeta atau Majelis adalah "penjaga"nya. Siapa pemilik rumah itu? Tentu saja Tuhan Yesus.

Pemilik rumah tentu akan sangat senang apabila para penjaga itu bekerja (sama) dengan baik untuk membersihkan dan menjaga rumah tsb. Bayangkan saja jika rumah itu setelah 6 bulan ditinggal, bukannya bertambah baik..eh malah menjadi kumuh. Cat tembok mulai terkelupas disana sini..atap bocor, dan lantai tak tersapu bersih. Puntung rokok berserakan diatas meja tamu, piring dan gelas kotor tertumpuk di dapur hingga mulai berjamur.. Pendek kata ketika sang tuan rumah itu datang dan melihat rumahnya, ia menjadi kecewa dan marah. Ketika ia memanggil para penjaga satu persatu..maka para penjaga itu saling melempar alasan dengan mengatakan bahwa job descrition nya tidak jelas. Perlu dibuatkan aturan baru siapa mengerjakan apa. Sebab tukang jaga rumah menolak untuk ikut menyapu lantai karena bukan tugasnya. Sementara yang lain juga menolak membersihkan piring gelas karena bukan dia yang memakai. Alasan sabun habis, sapu "brodol", mesin cuci mati dll. Lalu akhirnya salah satu jubir para penjaga rumah berkata: "pak..kami mau membersihkan, tetapi rumah ini terlalu besar... seharusnya ada tambahan tenaga lagi. Sebab kalau rumah mau bersih harus ada tukang sapu kebon, ada tukang listrik..dan tukang kayu....atau paling tidak ada tambahan gaji lembur untuk itu."

Kira kira jika Anda yang menjadi pemilik rumah tsb? Apakah Anda bisa menerima alasan dan keluhan dari para penjaga yang Anda pekerjakan? Dan apa yang akan Anda katakan kepada mereka?

Sementara pemilik rumah itu punya juga rumah yang kedua. Disana juga ada penjaga penjaganya. Hanya yang di rumah ini, para penjaga nampak antusias bekerja (sama). Rumah kelihatan rapi dan bersih.. rumput halaman terpotong rapi...tanaman tumbuh subur dengan tanah tanah yang diolah. Ketika masuk ke dalam rumah..gorden nampak bersih tak berdebu...lantai mengkilap. Perabotan tertata rapi ditempatnya...piring dan gelas juga bersih tertata rapi. Saat tuan pemilik rumah itu bertanya apakah sapu dan peralatan rumah tangga ada yang rusak? Maka mereka menjawab, sapu memang sudah "brodol", tapi bisa diikat dan dipakai dengan baik. Atap yang bocor sudah dipanggilkan tukang dan sudah dibetulkan. Sabun cuci yang habis sudah dibelikan. Mesin pemotong rumput yang pisaunya tumpul sudah diasah. Ketika sang tuan bertanya berapa ongkos yang harus dia ganti...maka para penjaga itu mengatakan tidak usah diganti..karena tidak besar..dan mereka malah mengatakan kalau tuamnya sudah terlalu baik kepada mereka. Demikian salah seorang penjaga itu berujar: "Boleh tinggal dan melayani tuan adalah kebanggan bagi kami...sebab kalau kami ingat, siapakah kami ini? Dulu kami adalah anak anak jalanan yang tidak memiliki keluarga dan rumah. Kami telah diambil oleh tuan dan disekolahkan dengan baik. Kami diberi pekerjaan untuk menjaga rumah tuan dengan gaji yang layak bahkan berkecukupan. Oleh karena itu alangkah tidak berbudinya kami jika tidak membalas kebaikan tuan dengan bekerja dan memberikan yang terbaik bagi tuan. Apa yang kami berikan itu tidak seberapa dibandingkan dengan apa yang tuan telah berikan kepada kami. Jadi tuan tidak perlu mengganti uang kami untuk sabun, sapu atau biaya perbaikan atap. Apa yang kami berikan itu sesungguhnya jg demi kebaikan kami juga."

Kira kira kalau Anda jadi tuan atas penjaga penjaga yang demikian itu, apa yang Anda akan katakan? Apa yang akan Anda lakukan?

Nah sekarang...
refleksikan kedua contoh kisah tsb diatas dengan pelayanan Gereja. Renungkan secara mendalam dan kalau boleh jawab dengan jujur Anda ada di posisi yang mana? Penjaga di rumah yang pertama? Atau penjaga di rumah yang kedua?
 

TAD-Ani

No comments:

Post a Comment