Renungan Mezbah Keluarga #17C28

Bacaan: Lukas 10:25-37
 

Religiositas atau keberagamaan itu harus meliputi 3 hal yang dikerjakan secara seimbang, yakni:

Pertama, dimensi kognitif atau dogma.
Agama mengajarkan pokok pokok kebenaran yg berlandaskan pada Firman Tuhan. Benar atau salah sangat ditekankan disini. Contoh: doktrin tentang Allah, doktrin tentang manusia, doktrin tentang dosa, doktrin tentang keselamatan , doktrin tentang gereja dlsb. Dogma berisi pengajaran hukum yang tersistimatisir yang menjadi ciri khas dari agama tsb.

Kedua, dimensi ekspresif atau liturgi.
Apa yang diyakini sebagai kebenaran itu kemudian di ekpresikan dalam bentuk ibadah (sebagai ekspresi iman) dalam bentuk doa, pujian, persembahan dan penyembahan. Liturgi meliputi peranti dan simbol2 peribadahan, pemimpin ibadah dan umat yg bersama sama bersyukur dan menyembah Tuhan.

Ketiga, dimensi praktis atau etika.
Apa yang diajarkan sebagai doktrin kebenaran, yang diekspresikan dalam ibadah, harus juga dilaksanakan dalam praktek nyata di kehidupan sehari hari, khususnya dalam kehidupan bersama dengan orang lain.

Agama yang menekankan hanya produk (output) pengajaran doktrin, akan menjadikannya kaku dan mematikan. Ia menjalankan pola pengajaran top down yang absolut. Kebenaran diturunkan dari atas, dari Allah dan tidak boleh di pertanyakan. Bertanya atau menggugat kebenaran absolut dari Allah akan disebut sesat, menghujat atau menistakan hukum hukum Allah.

Agama yang hanya menekankan ekspresi ibadah, tanpa landasan pengajaran doktriner yg baik, akan menjadi liar dan sangat subyektif-emosional. Allah dijadikan obyek pemicu emosi, karena sesungguhnya yang dipuja puji adalah diri sendiri. Pengalaman dan kesaksian menjadi ukuran dari "kedahsyatan Allah". Akibatnya tidak ada runutan pengajaran yang sehat..kecuali kumpulan potongan ayat yang dipakai sebagai dukungan pembenaran terhadap kesaksian (subyektif).

Agama yang hanya menekankan dimensi etis praktisnya, tanpa landasan pengajaran (doktrin) dan ekpresi ibadah (komunitas) juga tidak bisa disebut sebagai agama. Ia lebih cocok sebagai gerakan sosial atau LSM yang memperjuangkan kepentingan kehidupan, keadilan dan kesejahteraan yang dilepaskan dari Allah dan komunitas orang percaya.

Jadi...
Agama harus menjalankan 3 hal (dimensi) tsb secara utuh dan penuh. Dan teks Lukas 10:25-37 tsb diatas mengajarkan kepada kita bahwa ketiga hal tsb harus dijalankan bersama sama secara seimbang. Imam yang menjadi simbol dan sumber pengajaran doktriner, harus bekerjasama dengan Lewi sebagai pelaksana liturgi, yang mempersiapkan seluruh kelengkapan ibadah dan memimpin jalannya ibadah, serta bekerja sama dengan orang Samaria  yang memiliki kepekaan hati dan ketrampilan tangan untuk menolong orang  yang tergeletak setengah mati dipinggir jalan. Ketiganya harus bekerja sama atau berjalan secara seimbang.

Yakobus mengatakan: "Saudara-saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:14-17).

Saudaraku..
Ayuuk..mulai saat ini, kita sama sama belajar menjadi pribadi dan Gereja yang sehat dan utuh..baik dalam pengajaran, ibadah..demikian pula dalam praktek etis terhadap sesama.. Biarlah dunia melihat dan percaya bahwa ada keselamatan kekal yang tengah dikerjakan Allah melalui saudara dan saya...

melalui GerejaNya.
Amin.

TAD-Ani

No comments:

Post a Comment